Kamis, 09 April 2015

Konveksi Termurah Di Pesawaran, Konveksi Berkualitas Di Pesawaran, Konveksi Kaos Setara Distro Di Pesawaran, Konveksi Sablon Dan Bordir Di Pesawaran, Konveksi Terima Jas Di Pesawaran, Pesan Jas Di Pesawaran, Pesan Kaos Di Pesawaran, Pesan Seragam Di Pesawaran, Pesan Seragam Di Pesawaran, Konveksi Bordir Dan Sablon Di Pesawaran, Konveksi Kemeja Di Pesawaran, Konveksi Seragam Di Pesawaran, Konveksi Kaos Di Pesawaran, Konveksi Paling Lengkap Di Pesawaran, Konveksi Paling Murah D...
Konveksi Pesawaran mengubah foto profilnya.

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING
DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN
KABUPATEN PESAWARAN

(Business Performance of Kelanting Agroindustry in Karang Anyar Village, Gedongtataan District,
Pesawaran Regency)
Imelda Castarica Sagala, Muhammad Irfan Affandi, Muhammad Ibnu
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro
Nomor 1 Bandar Lampung 35145, E-mail: casta_mail@yahoo.com
ABSTRACT
This study aims to analyze the performance and value added of kelanting agroindustry. Kelanting is kind of
snack made from cassava. Karang Anyar Village Gedongtataan District of Pesawaran Regency was chosen
as a research site. The respondents consisted of 25 actors in agroindustry of kelanting. Data collection was
conducted from July to August 2012. Methods of data analysis for (1) performance are reported net
loss/profit, productivity, and capacity, and (2) value added is Hayami method. The results showed that: (1)
Performance of kelanting agroindustry was good based on the R/C ratio of 1.24 (R/C > 1), the productivity
was 16.07 kg per HOK (>7.2 kg/HOK), and the capacity was 0.92 (>0.5). (2) Value added of kelanting was
Rp1,184.02 per kilogram of cassava or 34.57 percent.
Keywords: Agroindustry, Hayami, Kelanting, Performance, Value Added
PENDAHULUAN
Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten
pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan sejak
tahun 2007. Kabupaten ini sedang berusaha
meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian
untuk menyejahterahkan masyarakatnya melalui
berbagai sektor yang ada. Salah satu sektor yang
berkontribusi adalah industri pengolahan atau
agroindustri (BPS, 2010). Menurut Galeriukm
(2011) sektor agroindustri terdiri atas Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) merupakan unit usaha
yang mendominasi di Kabupaten Pesawaran,
terutama di Kecamatan Gedongtataan.
Agroindustri merupakan kegiatan pemanfaatan
hasil pertanian menjadi produk olahan yang
memiliki nilai ekonomi. Salah satu hasil pertanian
yang dapat dijadikan sebagai bahan baku
agroindustri adalah ubi kayu. Ubi kayu merupakan
salah satu bahan makanan potensial untuk masa
depan. Ragam macam produk olahan yang dapat
diciptakan dari bahan baku ubi kayu diantaranya
adalah tapioka, gaplek, kripik singkong, dan
kelanting.
Kelanting merupakan produk usaha kecil di Desa
Karang Anyar. Produk kelanting dari Karang
Anyar dikenal gurih dan aman untuk dikonsumsi
karena tidak menggunakan pengawet dan pewarna
makanan. Peran agroindustri kelanting sendiri
adalah sebagai penyerap tenaga kerja dan
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Agroindustri kelanting dapat dijadikan sebagai
salah satu pendekatan pembangunan Desa Karang
Anyar yang memiliki basis agraris (Soekartawi,
2000).
Kegiatan agroindustri kelanting ini sudah lama
diusahakan oleh masyarakat setempat. Pengalaman
usaha terlama yang pelaku usaha miliki adalah
sekitar 25 tahun. Meskipun demikian kesejahteraan
pelaku usaha ini belum merata. Hanya yang
memiliki modal dan investasi yang besar yang
dapat dilihat sejahtera. Sehingga peneliti ingin
mengetahui kinerja dari usaha agroindustri
kelanting di Desa Karang Anyar agar dapat
dilakukan evaluasi untuk pengembangan
agroindustri kelanting. Kinerja usaha akan
memberikan gambaran mengenai pendapatan,
produktivitas, dan kapasitas dari agroindustri
kelanting
Pengolahan kelanting ini memerlukan proses yang
panjang dan menggunakan mesin serta alat-alat
yang sederhana. Hal ini akan memberikan
kontribusi sedikit terhadap peningkatan nilai
tambah. Peneliti ingin mengetahui nilai tambah
yang diberikan dari hasil pengolahn ubi kayu
menjadi kelanting. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian dengan tujuan menganalisis kinerja dan
mengetahui besarnya nilai tambah yang diberikan
agroindustri kelanting.
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013
61
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang dilakukan adalah studi
kasus. Penelitian dilakukan di Desa Karang Anyar
Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa
Karang Anyar merupakan sentra agroindustri
kelanting di Kecamatan Gedongtataan Kabupaten
Pesawaran dan pelaku usahanya mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan
Agustus 2012.
Responden penelitian adalah seluruh pelaku
agroindustri kelanting. Jumlah responden
agroindustri kelanting sebanyak 25 pelaku usaha.
Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer
dan sekunder. Data primer diperoleh dengan
melakukan wawancara dengan menggunakan
kuesioner yang telah disiapkan. Data sekunder
diperoleh dari instansi terkait, yaitu Kantor Kepala
Desa, Badan Pusat Statistik, dan Dinas Koperasi,
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Pesawaran.
Metode analisis data yang digunakan untuk
menjawab tujuan adalah metode analisis
kuantitatif. Tujuan pertama dianalisis dengan
menggunakan laporan rugi/laba, produktivitas, dan
kapasitas agroindustri kelanting (Prasetya, 2009).
Tujuan kedua dianalisis dengan nilai tambah
agroindustri (Hayami et al, 1987).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur responden pemilik agroindustri kelanting
berkisar 26-60 tahun. Menurut Mantra (2004),
kelompok penduduk usia 15-64 tahun adalah
kelompok umur produktif. Hal ini menunjukkan
bahwa para pelaku usaha agroindustri kelanting
termasuk dalam usia yang masih produktif, yang
merupakan umur ideal untuk bekerja dengan baik
mengelola usahanya. Tingkat pendidikan
responden dapat dikatakan rendah, 64 persen
hanya lulusan sekolah dasar. Oleh karena
pendidikan yang rendah maka responden kurang
kreatif untuk menciptakan inovasi untuk
melakukan pengembangan produk usaha kelanting.
Jika dilihat dari pengalaman usaha, responden
memiliki usaha 0-5 tahun atau sekitar 40%. Angka
ini menjelaskan bahwa responden memiliki cukup
pengalaman dalam mengelola usahanya. Distribusi
keadaan umum responden dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Distribusi keadaan umum responden
agroindustri kelanting di Desa Karang
Anyar Kecamatan Gedongtataan
Kabupaten Pesawaran, 2012
Variabel Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
Kelompok Umur
25-34 6 24
35-44 7 28
45-54 4 16
55-64 8 32
Tingkat Pendidikan
SD 16 64
SMP 6 24
SMA 3 12
Lama Beragoindustri
0 – 5
6 – 10
11 – 15
16 – 20
10
7
4
1
40
28
16
4
21 – 25 2 8
Keragaan Agroindustri Kelanting
Bahan baku kelanting tidak dapat dipenuhi oleh
petani di Desa Karang Anyar. Kebutuhan akan
bahan baku diperoleh dari luar daerah seperti
Pringsewu, Rajabasa, Lampung Tengah bahkan
dari Lampung Barat. Tenaga kerja yang digunakan
pada agroindustri kelanting adalah tenaga kerja
dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Penggunaan tenaga kerja untuk memproduksi
kelanting sebesar 74,62 HOK per bulan dengan
upah rata-rata tenaga kerja Rp. 13.129,63/hari.
Rantai pemasaran agroindustri hanya terdiri dari
dua alur yaitu melalui produsen langsung ke
konsumen dan produsen ke pedagang pengecer
kemudian ke konsumen.
Kinerja Usaha Agroindustri Kelanting
Kinerja usaha diawali dengan perhitungan laporan
rugi/laba rata-rata. Bahan baku yang digunakan
untuk satu bulan produksi adalah sebanyak
3.384,00 kg dengan hasil produksi kelanting
sebanyak 1.168,80 kg. Harga produk kelanting per
kilogram adalah Rp. 9.580,00 sehingga
penerimaannya adalah sebesar Rp. 11.178.800,00.
Total biaya variabel rata-rata sebesar Rp.
8.907.080,00 dengan rata-rata biaya variabel per
satuan output diperoleh sebesar Rp. 931,46. Total
biaya tetap rata-rata sebesar Rp. 110.702,22
sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk satu
bulan produksi kelanting adalah sebesar Rp.
9.017.782,22. Laba bersih yang diperoleh adalah
sebesar Rp. 2.161.071,78 dengan R/C sebesar 1,24
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013
62
artinya agroindustri kelanting memperoleh
keuntungan sebesar Rp. 0,24 dari tiap Rp. 1,00
biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi
kelanting.
Hasil produksi pada kondisi titik impas (BEP
output) pada agroindustri kelanting adalah
sebanyak 1042,69 kg kelanting per bulan. Kurva
titik impas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva titik impas (dalam satuan
output) agroindustri kelanting di
Desa Karang Anyar Kecamatan
Gedongtataan Kabupaten Pesawaran
Apabila agroindustri kelanting mampu
menghasilkan kapasitas produksi (output) di atas
titik impas maka para pengusaha agroindustri akan
memperoleh keuntungan, namun apabila
agroindustri menghasilkan kapasitas produksi
(output) kurang dari titik impas maka dapat
dipastikan para pengusaha kelanting mengalami
kerugian. Laporan rugi/laba dan titik impas
agroindustri kelanting di Desa Karang Anyar
terlihat pada Tabel 3 yang disajikan pada halaman
lampiran.
Produktivitas rata-rata antara output terhadap
tenaga kerja adalah sebesar 16,07 kg/HOK. Hal ini
berarti setiap satu HOK mampu memproduksi
sebesar 16,07 kg kelanting. Standar nilai
produktivitas tenaga kerja adalah 7,20 kg/HOK
(Render dan Heizer, 2001). Hal ini berarti
produktivitas kelanting lebih besar dari pada
standar nilai produktivitas tenaga kerja, maka
kinerja agroindustri kelanting berdasarkan
produktivitas sudah baik.
Nilai rata-rata kapasitas agroindustri kelanting
adalah sebesar 0,92 atau 92%. Hal ini berarti
agroindustri kelanting sudah berproduksi dengan
baik karena nilai kapasitas yang didapat ≥ 0,50
atau 50%, artinya agroindustri kelanting mampu
memproduksi sesuai kapasitas maksimumnya.
Agroindustri kelanting telah memanfaatkan mesinmesin
dan tenaga kerja secara efektif dan efisien
sesuai dengan kapasitasnya.
Analisis Nilai Tambah Agroindustri
Dasar perhitungan pada analisis ini adalah nilai
tambah untuk setiap kilogram bahan baku
kelanting dalam satu bulan produksi. Hasil
produksi rata-rata per bulan kelanting sebanyak
1.168,80 kg. Rata-rata input bahan baku yang
digunakan per bulan adalah 3.384,00 kg. Nilai
konversi dari jumlah bahan baku yang digunakan
dan jumlah produk yang dihasilkan adalah 0,35.
Angka ini berarti setiap satu kilogram ubi kayu
yang diolah akan menghasilkan 0,35 kg kelanting.
Koefisien tenaga kerja diperoleh dari rasio antara
banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam satuan
Hari Orang Kerja (HOK) dengan jumlah bahan
baku yang diolah. Rata-rata tenaga kerja yang
terlibat dalam pengolahan kelanting adalah 74,62
HOK per bulan dengan koefisien tenaga kerja
sebesar 0,02. Nilai koefisien tenaga kerja ini
menunjukkan bahwa jumlah HOK yang
dibutuhkan untuk pengolahan satu kilogram ubi
kayu menjadi kelanting adalah 0,02.
Harga bahan baku rata-rata ubi kayu adalah Rp
1.104,00/kg. Sumbangan input lain berupa minyak
goreng, garam, penyedap rasa, bawang putih, dan
kemiri bernilai Rp. 1.109,10/kg ubi kayu. Nilai ini
diperoleh dari pembagian biaya total rata-rata
bahan lain senilai Rp. 3.753.194,40 dengan jumlah
rata-rata bahan baku yang digunakan sebanyak
3.384,00/kg. Harga jual rata-rata kelanting Rp.
9.580,00/kg merupakan nilai yang diterima
agroindustri dari penjualan produknya. Nilai
produk merupakan hasil perkalian antara faktor
konversi dengan harga produk. Besar nilai produk
yang dihasilkan adalah Rp. 3.397,11 artinya, nilai
kelanting yang dihasilkan dengan pengolahan
setiap satu kilogram ubi kayu adalah Rp. 3.397,11.
11.178.80 Biaya total 0
9.017.782,22
Laba
Biaya
total
BEP
110.702,22
Biaya
tetap
Total
penerimaan
Penerimaan &
Biaya (Rp)
(Kg output)
200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 Q
Rugi
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013
63
Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produk
dengan harga bahan baku dan sumbangan input
lain tetapi tidak termasuk tenaga kerja. Nilai
tambah diperoleh dari pengolahan satu kilogram
ubi kayu menjadi kelanting sebesar Rp. 1.184,02.
Rasio nilai tambah terhadap nilai produk adalah
34,57 persen, artinya untuk setiap Rp.100,00 nilai
produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp.
34,57. Nilai produk kelanting dapat dinaikkan
dengan pemberian rasa-rasa sehingga dapat
meningkatkan nilai tambah kelanting.
Imbalan tenaga kerja menyatakan besarnya
imbalan yang diperoleh tenaga kerja untuk
mengolah setiap satu kilogram ubi kayu menjadi
kelanting. Besarnya imbalan tenaga kerja pada
setiap proses pengolahan kelanting tergantung dari
jumlah tenaga kerja dan tingkat upah yang berlaku.
Imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari
pengolahan satu kilogram ubi kayu menjadi
kelanting adalah Rp. 298,18. Besar bagian tenaga
kerja yang diperoleh dari proses pengolahan
dihitung dari besarnya imbalan tenaga kerja
dibandingkan dengan nilai tambah yang
didapatkan dari proses pengolahan tersebut. Hasil
dari perhitungan, didapat nilai sebesar 25,66 persen
yang artinya dalam setiap Rp. 100,00 nilai tambah
yang diperoleh dari hasil pengolahan kelanting
terdapat Rp. 25,66 untuk imbalan tenaga kerja.
Keuntungan yang diperoleh berdasarkan analisis
nilai tambah agroindustri dari proses pengolahan
kelanting adalah Rp. 885,90 dengan tingkat
keuntungan sebesar 74,34 persen dari nilai produk.
Nilai keuntungan tersebut merupakan selisih dari
nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja.
Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih
serta merupakan imbalan bagi agroindustri
pengolahan.
Dari hasil analisis nilai tambah diperoleh marjin
keuntungan kotor dari proses pengolahan
kelanting. Besarnya marjin keuntungan kotor
diperoleh dari nilai produk dikurangi dengan harga
bahan baku adalah Rp. 2293,11 dari setiap satu
kilogram bahan yang diolah. Berdasarkan marjin
keuntungan kotor tersebut diketahui distribusi
untuk faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja,
sumbangan input lain serta keuntungan bersih dari
agroindustri.
Balas jasa yang diperoleh dari faktor produksi
tenaga kerja adalah 10,84 persen. Balas jasa tenaga
kerja tersebut merupakan imbalan terhadap tenaga
kerja pengolahan atau disebut juga pendapatan
tenaga kerja. Balas jasa yang diperoleh untuk
sumbangan input lain adalah 48,42 persen dari
marjin keuntungan kotor, sedangkan balas jasa
yang diperoleh untuk keuntungan adalah 38,47
persen. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan
agroindustri banyak mempengaruhi marjin
keuntungan kotor dari pengolahan kelanting.
Keuntungan ini merupakan imbalan terhadap usaha
yang dijalankan dan risiko yang harus ditanggung
oleh agroindustri. Perhitungan nilai tambah dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis nilai tambah agroindustri
kelanting per bulan di Desa Karang
Anyar Kecamatan Gedongtataan
Kabupaten Pesawaran
Hasil Produksi, Bahan Baku, dan Harga
1. Hasil produksi (kg/bln) A 1.168,80
2. Bahan Baku (kg/bln) B 3.384,00
3.
Input tenaga kerja
(HOK/bln) C 74,62
4. Faktor konversi d=a/b 0,35
5. Koefisien tenaga kerja e=c/b 0,02
6. Harga Produk (Rp/kg) F 9.580,00
7. Upah rata-rata tenaga
kerja (Rp/HOK) G 13.178,28
Pendapatan dan nilai tambah
8 Harga bahan baku H 1.104,00
9
Sumbangan bahan
lain (Rp/kg bahan
baku)
I 1.109,10
10 Nilai produk j = dxf 3.397,11
11 a. Nilai tambah k=j-h-i 1.184,02
b. Rasio Nilai tambah l=k/j(%) 34,57
12 a. Imbalan tenaga
kerja m=e x g 298,18
b. Bagian tenaga
kerja n=m/k(%) 25.66
13 a. Keuntungan o=k-m 885.90
b. Bagian keuntungan p=o/k(%) 74.34
Balas Jasa untuk Faktor Produksi
14 Margin q=j-h 2293.11
a. Keuntungan r=o/q(%) 38.47
b. Tenaga kerja s=m/q(%) 13.11
c. Input lain t=i/q(%) 48.42
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013
64
KESIMPULAN
Kinerja agroindustri kelanting di Desa Karang
Anyar Kecamatan Gedongtataan Kabupaten
Pesawaran secara keseluruhan menguntungkan.
Nilai rata-rata R/C rasio > 1 yaitu sebesar 1,24,
BEP sebesar 1042,69 kg atau lebih kecil dari
1168,80 kg (output rata-rata), produktivitas sebesar
16,07 kg/HOK, dan kapasitas sebesar 0,92. Nilai
tambah yang diperoleh dari hasil pengolahan ubi
kayu menjadi kelanting adalah sebesar Rp.
1.184,02 per kilogram bahan baku ubi kayu atau
sebesar 34,57 persen.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2010.
Lampung Dalam Angka 2011. Badan Pusat
Statistik Provinsi Lampung. Bandar
Lampung.
Galarei UKM. 2011. Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). http://infoukm.
wordpress.com/ . [9 Juni 2012].
Hayami Y, Toshihiko M, dan Asjidin M. 1987.
Agricultural Marketing and Processing In
Upland Java: A Perspektif From A Sunda
Vilage. The CGPRT Center. Bogor.
Presetya H. 2009. Manajemen Operasi. Media
Pressindo. Yogyakarta.
Render B dan Heizer J. 2001. Prinsip-Prinsip
Manajemen Operasi. Salemba Empat.
Jakarta.
Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013
65
Tabel 3. Laporan rugi/laba dan titik impas agroindustri kelanting per bulan produksi di Desa Karang Anyar
Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran, 2012
No Uraian Fisik Satuan Harga (Rp) Nilai (Rp)
1
2
3
4
5
Penerimaan :
Kelanting
Total Penerimaan
Biaya-biaya :
- Biaya variabel :
1. Bahan baku
a. Ubi kayu
2. Input lain:
a. Minyak goreng
b. Garam
c. Penyedap rasa
d. Micin
e. Kayu bakar
f. Bawang putih
g. Plastik
h. Kemiri
i. Ketumbar
j. Solar
3. Tenaga kerja
Total biaya variabel
- Biaya tetap :
a. Dep. Peralatan
Total biaya tetap
Total Biaya
Laba bersih
R/C
BEP (dalam satuan output)
1.168,80
3.384,00
2.63,84
36,36
9,12
8,12
7,48
4,64
6,52
1,96
0,24
5,04
74,62
Kg
Kg
Kg
Kg
Bks
Bks

Kg
Kg
Kg
Kg
Ltr
HOK
9.580,00
1.104,00
10.700,00
7.680,00
7.720,00
7.800,00
79.400,00
15.960,00
24.000,00
28444,44
20.000,00
6.000,00
13.129,63
11.178.800,00
11.178.800,00
3.773.600,00
2.823.840,00
278.920,00
69.760,00
63.320,00
596.000,00
74.320,00
156.480,00
59.040,00
4.800,00
30.240,00
976.760,00
8.907.080,00
110.702,22
110.702,22
9.017.782,22
2.161.017,78
1,24
1042,69

UPAYA Membangkitkan KOPERASI di Kabupaten PESAWARAN…”




"...Ilustrasi Produk Unggulan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)..." Photo By : Red NRMnews.com
“…Ilustrasi Produk Unggulan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)…” Photo By : Red NRMnews.com
“…NRMnews.com – PESAWARAN, Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Pesawaran, diketahui dari total 190 koperasi di kabupaten setempat, hanya 66 koperasi yang saat ini masih aktif, sedangkan sisanya yakni sebanyak 124 koperasi, kini mengalami Mati Suri.
Kepala Seksi Pembinaan dan Penyuluhan Koperasi dan UKM, (Diskoperindag) Pesawaran Aznan, pada hari Selasa (10/03/2015) mengatakan :
“…Beberapa faktor penyebab banyaknya koperasi yang dinyatakan mati suri selain faktor modal dan manajemen yang tidak rapi, juga karena koperasi tidak jelas keberadaan dan pertanggung jawabannya melalui Rapat Akhir Tahun…”.
Lebih lanjut dikatakan, untuk meminimalisir jumlah koperasi yang mati suri tersebut, selain akan melakukan pembinaan, pihaknya juga secara berkala akan melakukan pendataan koperasi yang tersebar di 11 Kecamatan diwilayah Kabupaten Pesawaran.
Selain itu menurut Aznan, Pemkab Pesawaran melalui Diskoperindag juga akan berusaha mencarikan solusi agar koperasi diwilayah tersebut yang dinilai mati suri dapat aktif kembali dan memiliki peran dalam pembangunan.
“…Selain kekurangan modal, banyaknya koperasi yang mati suri juga disebabkan manajemen yang tidak rapi. Tentunya, kami akan terus berupaya untuk mengaktifkan kembali kegiatan sejumlah koperasi yang selama ini mati suri…”, ungkap Aznan.
Aznan menambahkan, selain verifikasi dan pembinaan terhadap koperasi tersebut, rencanannya pemerintah Kabupaten Pesawaran akan memberikan bantuan sertifikat gratis bagi Usaha Kecil Menengah.
Sertifikat yang dimiliki koperasi tersebut menurutnya dapat menjadi salah satu penopang permodalan bagi koperasi itu sendiri. “…Kalau lahan usaha mereka sudah memiliki sertifikat, maka dapat dianggunkan ke bank, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan menambah modal mereka…”, tandasnya.
( Oleh : Red.NRMnews.com / Dwi Pravita – Editor : A.Dody.R )